Fungsi APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara)

Fungsi APBN – Anggaran atau yang biasa kita kenal dengan sebutan budget merupakan suatu daftar pernyataan terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu. Ada kalanya budget dibuat pada waktu tertentu misalnya satu tahun. Anggaran Pendapatan dan Belanja  Negara  (APBN) merupakan rencana anggaran yang dilakukan pemerintah di pusat, sedangkan rencana anggaran yang dibuat oleh daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD.

Kebijakan anggaran yang berimbang dan dinamis mulai diperkenalkan pada masa pemerintahan orde baru. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang unik karena memasukkan pinjaman luar negeri sebagai penerimaan negara. Tujuannya adalah mengatasi masalah hiperinflasi yang terjadi pada pertengahan tahun 1966.

Hiperinflasi sendiri dipicu oleh kebijakan pemerintah yang mengatasi defisit APBN dengan cara mencetak uang. Kebijakan memasukkan pinjaman luar negeri tersebut masih dipakai sampai tahun 1999. APBN merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perekonomian secara agregat. Setiap perubahan yang terjadi pada variabel-variabel ekonomi makro akan berpengaruh pada besaran-besaran APBN. Sebaliknya, kebijakan- kebijakan APBN pada gilirannya juga akan mempengaruhi aktivitas perekonomian.


Pengertian APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara)

Penyusunan APBN merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 sebagai wujud pengelolaan keuangan negara. Selain itu APBN juga merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat, karena penetapan APBN dilakukan setiap tahun dengan undang-undang melalui proses pembahasan yang cukup seksama dan mendalam bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

APBN merupakan instrumen kebijakan Pemerintah yang menjadi landasan arah pembangunan ekonomi nasional serta penyediaan pelayanan dasar dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Instrumen kebijakan lainnya adalah dalam bentuk regulasi yang baik secara langsung maupun tidak langsung juga menentukan arah pembangunan ekonomi nasional. Kita dapat mengetahui arah, tujuan, serta prioritas pembangunan yang akan dan sedang dilaksanakan melalui Nota Keuangan dan APBN.


Keuangan Negara

Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya pasal 1 dan 2 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan negara tersebut meliputi:

  • Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang dan melakukan pinjaman;
  • Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan Negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
  • Penerimaan negara dan penerimaan daerah;
  • Pengeluaran negara dan pengeluaran daerah;
  • Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;
  • Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
  • Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Selanjutnya, dalam undang-undang tersebut pengelolaan keuangan negara diatur pada pasal 3 yaitu, keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan tersebut mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.


Ruang Lingkup Keuangan Negara

Perumusan keuangan negara dapat ditinjau melalui pendekatan dari sisi obyek, subyek, proses dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

  • Dari sisi subyek, keuangan negara meliputi keseluruhan pelaku yang terkait dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara,  dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
  • Dari sisi proses, seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
  • Dari sisi tujuan, seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara

Penyelenggaraan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang, akan menimbulkan hak dan kewajiban negara  yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini perlu dikelola dalam suatu system pengelolaan keuangan negara. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara diatur dalam bab II Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada pasal 6 ayat (1) diatur bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Dalam penjelasan pasal tersebut diatur bahwa kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus.

Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja Kementerian Negara/Lembaga (K/L), penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan penerimaan negara. Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/ kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.


Pembagian Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara

Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan pengelolaan keuangan negara, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada :

  • Menteri Keuangan

Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya berperan sebagai Chief of Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut:

  • Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro.
  • Menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN.
  • Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran.
  • Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan.
  • Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang.
  • Melaksanakan fungsi bendahara umum negara.
  • Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
  • Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang. Selanjutnya sub bidang pengelolaan fiskal terdiri dari fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.

  • Menteri/Pimpinan Lembaga

Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief of Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan, yang mempunyai tugas sebagai berikut:

  • Menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
  • Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran.
  • Melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya.
  • Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke kas negara.
  • Mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya.
  • Mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya.
  • Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya.
  • Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.

  • Gubernur/bupati/walikota

Gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, kekuasaan pengelolaan keuangan daerah diatur sebagai berikut:

Dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dengan tugas sebagai berikut:

  • menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD.
  • menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD.
  • melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
  • melaksanakan fungsi bendahara umum daerah.
  • menyusun laporan keuangan yang merupakan per-tanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah, dengan tugas sebagai berikut:

  • menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
  • menyusun dokumen pelaksanaan anggaran.
  • melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
  • melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak.
  • mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
  • mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
  • menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

Sebagai catatan, pembagian kekuasaan pengelolaan keuangan negara seperti tersebut di atas tidak mencakup kewenangan di bidang moneter, yang antara lain meliputi kewenangan untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 D bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensinya diatur dengan undang-undang. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 21, Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.

Prinsip pembagian kekuasaan perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme koordinasi (checks and balances) serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.


Peran APBN bagi Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Kebijakan fiskal adalah salah satu perangkat kebijakan ekonomi makro dan merupakan  kebijakan utama pemerintah yang diimplementasikan melalui APBN.  Kebijakan ini memiliki peran yang penting dan sangat strategis dalam mempengaruhi perekonomian, terutama dalam upaya mencapai target-target pembangunan nasional. Peran tersebut terkait dengan tiga fungsi utama pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. APBN harus didesain sesuai dengan fungsi tersebut, dalam upaya mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas.


Fungsi APBN

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan:

Fungsi Alokasi

Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi alokasi berkaitan dengan intervensi Pemerintah terhadap perekonomian dalam mengalokasikan sumber daya ekonominya agar lebih efisien, sedangkan fungsi distribusi berkaitan dengan pendistribusian barang-barang yang diproduksi oleh masyarakat. Peran penting kebijakan fiskal dalam redistribusi dan alokasi anggaran pemerintah antara lain adalah penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, kebijakan fiskal dapat dipergunakan untuk mempengaruhi sektor-sektor ekonomi atau kegiatan tertentu, untuk menyeimbangkan pertumbuhan pendapatan antarsektor ekonomi, antardaerah, atau antargolongan pendapatan. Peran kebijakan fiskal juga penting dalam menanggulangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam, wabah penyakit, dan konflik sosial.


Fungsi Distribusi

Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.


Fungsi Stabilisasi

Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi. Fungsi stabilisasi berkaitan dengan upaya menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi, sehingga perekonomian tetap pada kesempatan kerja penuh (full employment) dengan harga yang stabil. Fungsi stabilisasi yang ditujukan untuk meminimalisir volatilitas atau fluktuasi dalam perekonomian, merupakan esensi utama kebijakan APBN. Dengan peran stabilisasinya, kebijakan fiskal dipandang sebagai salah satu alat yang efektif untuk memperkecil siklus bisnis. Sejarah kebijakan fiskal Indonesia menunjukkan bukti tersebut selama periode krisis ekonomi 1997/1998, dan krisis 2009. Kebijakan ekspansif fiskal melalui pengalokasian stimulus fiskal pada tahun 2009 mampu menahan ekonomi Indonesia dari dampak krisis, bahkan mampu membuat ekonomi tumbuh positif di tengah kondisi melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Stabilitas ekonomi terjaga, dan kesehatan fiskal dapat diwujudkan.  Tentu saja, hal tersebut dapat diwujudkan tidak semata melalui kebijakan fiskal yang tepat, tetapi didukung oleh kebijakan moneter dan kebijakan lain yang saling bersinergi.


Fungsi pertumbuhan

APBN meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.


Fungsi pengendali

APBN mengendalikan tingkat harga, inflasi dan krisis ekonomi.


Struktur Utama APBN dan Asumsi

Secara garis besar struktur APBN adalah, (a) Pendapatan Negara dan Hibah, (b) Belanja Negara, (c) Keseimbangan Primer, (d) Keseimbangan Umum (Surplus/Defisit Anggaran), (e) Pembiayaan Anggaran. Asumsi dasar makro ekonomi sangat berpengaruh pada besaran komponen dalam struktur APBN. Asumsi dasar tersebut adalah (a) pertumbuhan ekonomi, (b) inflasi, (c) tingkat bunga SPN 3 bulan, (d) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, (e) harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia (ICP),  dan (f) produksi/lifting minyak atau (g) lifting gas.

Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account. Dalam beberapa hal, isi dari I-account sering disebut postur APBN. Penjelasan lebih lanjut mengenai komponen dalam struktur APBN terdapat pada poin yang membahas mengenai postur APBN.


Faktor-faktor Penentu APBN

Beberapa faktor penentu postur APBN antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Pendapatan Negara

Besaran pendapatan negara dalam tahun tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi.
  • Kebijakan pendapatan Negara.
  • Kebijakan pembangunan ekonomi.
  • Perkembangan pemungutan pendapatan Negara secara umum.
  • Kondisi dan kebijakan lainnya.

Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target pertumbuhan inflasi serta kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak, kebijakan pemberian stimulus fiskal,  dan lainnya.


  • Belanja Negara

Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Asumsi dasar makro ekonomi
  • Kebutuhan penyelenggaraan Negara
  • Kebijakan pembangunan
  • Risiko (bencana alam, dampak kirisi global)
  • Gejolak ekonomi makro
  • Kebijakan stimulus fiskal,
  • Kondisi dan kebijakan lainnya.

Contohnya, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP, nilai tukar, serta perkiraan volume BBM bersubsidi, dan kebijakan harga BBM bersubsidi.


  • Pembiayaan

Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) asumsi dasar makro ekonomi; (2) sumber dan kebutuhan pembiayaan; dan (3) kondisi dan kebijakan lainnya.


Dasar Hukum APBN

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam struktur perundang-undangan di Indonesia.  Oleh karena itu pengaturan mengenai keuangan negara selalu didasarkan pada undang-undang ini,  khususnya dalam bab VIII UndangUndang Dasar 1945 Amandemen IV. Dalam bab tersebut khususnya pasal 23 mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Bunyi pasal 23:

  • ayat (1): “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
  • ayat (2): “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah”. Berdasarkan hal tersebut maka Pemerintah bersama-sama DPR menyusun Rancangan Undang-Undang APBN untuk nantinya ditetapkan, sehingga akan menjadi dasar bagi Pemerintah dalam mengelola APBN dan bagi DPR sebagai alat pengawasan.
  • ayat (3): “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui  rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”. Hal ini dipertegas lagi dalam undang-undang nomor 17 tahun 2003 pasal 15 ayat (6) yang berbunyi “Apabila DPR tidak menyetujui RUU sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran sebelumnya”.

Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan. Untuk mewujudkan tujuan dan fungsi anggaran tersebut dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR dan Pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran Undang-Undang Dasar 1945.

Pengaturan peran DPR dalam proses dan penetapan APBN diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan  Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Sementara itu peran pemerintah dalam proses penyusunan APBN diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Sesuai amanah Undang-undang nomor 17 tahun 2003, dalam rangka penyusunan APBN telah diterbitkan Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga sebagai pengganti PP nomor 21 tahun 2004 tentang hal yang sama. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur hal-hal sebagai berikut:

Pertama: pendekatan dan dasar penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L), penyusunan RKA-K/L tersebut disusun untuk setiap Bagian Anggaran, Penyusunan RKA-K/L menggunakan pendekatan a) kerangka pengeluaran jangka menengah, b) Penganggaran terpadu, dan c) penganggaran berbasis kinerja. Selain itu RKA-K/L juga disusun menurut klasifikasi organisasi, fungsi dan jenis belanja, serta menggunakan instrumen a) indikator kinerja, b) standar biaya, c) evaluasi kinerja.

Kedua: mengatur tentang proses penyusunan RKA-K/L dan penggunaannya dalam penyusunan rancangan APBN. Proses penyusunan RKA-K/L pada dasarnya mengatur tentang proses yang dimulai dari penetapan arah kebijakan oleh Presiden dan prioritas pembangunan nasional sampai dengan tersusunnya RKA-K/L, serta peranan dari Kementerian Perencanaan, Kementerian Keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga lainnya. RKA-K/L yang telah disusun tersebut digunakan sebagai bahan penyusunan nota keuangan, Rancangan APBN,  Rancangan Undang-Undang tentang APBN dan dokumen pendukung pembahasan Rancangan APBN.


Mekanisme Kerja APBN

Struktur APBN terdiri dari anggaran penerimaan dan anggaran belanja. Pada sisi penerimaan dicatat penerimaan dari dalam negeri dan penerimaan dari luar negeri. Pada sisi pengeluaran terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan. Kedua mata anggaran di kedua sisi APBN tersebut dikonfrontasikan satu sama lain. Penerimaan dalam negeri digunakan untuk membiayai belanja rutin, sedangkan penerimaan luar negeri digunakan untuk membiayai belanja pembangunan. Dengan demikian terjadilah internal balance dalam APBN berimbang dan dinamis itu.

APBN tidak boleh menjadi sumber inflasi karena bersifat internal balance. Oleh karena itu, belanja rutin hanya disediakan sepanjang ada dana dari penerimaan dalam negeri,sedangkan belanja pembangunan dapat dilakukan apabila terdapat penerimaan bantuan/pinjaman/utang luar negeri. Internal balance APBN berimbang dan dinamis akan memupuk internal saving. Internal saving ini merupakan selisih positif antara penerimaan dalam negeri dan belanja rutin.

Konsep internal balance dan internal saving dalam APBN berimbang dan dinamis didasari oleh persamaan pendapatan nasional yaitu:

dimana :

Y = C + I dan Y = C + S

Y = pendapatan negara dari dalam negeri

Y’= pendapatan negara dari luar negeri

C= konsumsi atau pengeluaran rutin

I = investasi atau pengeluaran pembangunan

S = tabungan negara

Persamaan dalam perekonomian terbuka tersebut dapat kita bagi menjadi dua. Persamaan pertama adalah:

Y + Y ‘ = C + I atau Y + C = Y’ + I

Artinya pendapatan dalam negeri ditambah pinjaman luar negeri sama dengan belanja rutin ditambah belanja pembangunan. Sementara itu persamaan kedua:

Y = C + S

Y = C – S

Artinya pendapatan dalam negeri dikurangi belanja rutin sama dengan tabungan negara.

APBN berimbang dan dinamis telah menertibkan pengelolaan (management) dari APBN sejak dari persiapan, perencanaan, pembahasan di kabinet, penyampaian pada DPR dan pembicaraan di DPR, persetujuan bersama DPR menjadi UU dan penentuan pengaturan pelaksanaan APBN untuk departemen-departemen pemerintah, serta pengawasannya. Seluruh proses tersebut kembali berada di satu tangan, yaitu Menkeu. Menkeu bukanlah sekedar administrator, tetapi juga manager dari keuangan negara. Dengan demikian prinsip single management dari APBN ditegakkan.

Pengelolaan APBN secara single management berdampak pada cara penyusunan APBN dari sistem wensbegroting menjadi performance budget. Pengelolaan secara single management diperkenalkan secara drastis padatahun Anggaran 1967. Dalam sistem ini APBN harus seimbang setiap  kuartal. Setiap departemen akan memperoleh anggaran untuk kuartal berikutnya, jika sudah melaporkan keuangannya selama kuartal sebelumnya. Sistem ini kemudian dilonggarkan menjadi enam bulan dan selanjutnya per tahun. Dengan demikian anggaran berimbang dan dinamis dapat dilanjutkan menjadi berimbang dalam tiga atau lima tahun. Selama itu boleh dilakukan defisit tergantung pada siklus kegiatan ekonomi.


Dampak APBN Terhadap Perekonomian

Mengingat kebijakan anggaran negara melalui APBN merupakan bagian integral dari perilaku perekonomian secara keseluruhan, maka besaran- besaran pada APBN secara langsung maupun tak langsung akan mempunyai dampak yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum, dampak kebijakan APBN terhadap ekonomi makro dapat diamati dari pengaruhnya terhadap tiga besaran pokok yaitu sektor riil (permintaan agregat), sektor moneter, dan neraca pembayaran (cadangan devisa). Berikut adalah dampak dari adanya APBN:

  • Tercipta dan terlaksananya pembangunan.
  • Mempengaruhi dunia usaha dan tingkat harga pasar.
  • Mempengaruhi rencana-rencana sektor swasta.
  • Meyakinkan masyarakat mengenai masa depan perekonomian negara.
  • Efisiensi dalam mengambil berbagai keputusan di masa mendatang.
  • Mempengaruhi para investor dalam menanamkan modal dalam negeri.
  • Mempengaruhi ekspor-impor dan neraca perdagangan negara.
  • Munculnya politik fiskal oleh pemerintah untuk mengubah-ubah pendapatan dan pengeluaran negara.

Tujuan APBN

APBN sendiri telah memiliki tujuan dan ketetapan yang jelas di dalam UU yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berbagai tujuan dari anggaran pendapatan belanja negara antara lain :

  • Sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan.
  • Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPR dan masyarakat Luas.
  • Meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintah.
  • Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal.
  • Memungkinkan pemerintah memenuhi prioritas belanja.

Demikian sedikit pembahasan mengenai Fungsi APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) semoga dengan adanya pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk kita semua, dan kami ucapkan Terima Kasih telah menyimak ulasan kami. Jika kalian merasa ulasan kami bermanfaat mohon untuk dishare 🙂

Baca juga artikel lainnya tentang: