Fungsi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)

Fungsi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) – Salah satu implikasi dari adanya perubahan politik pasca Reformasi 1998 telah mendorong lembaga DPR menjadi lebih demokratis dan akuntabel. Hal tersebut setidaknya memberikan performance baru bagi DPR yang sebelumnya dinilai kurang berperan dalam menjalankan fungsinya pada masa Orde Baru, maka pasca reformasi peran dan fungsi DPR RI dikembalikan ke koridornya sebagai lembaga legislatif yang menjalankan fungsi legislasi (membuat Undang- undang), selain juga menjalankan fungsi budgeting (anggaran) bersama-sama dengan presiden, serta fungsi pengawasan atas pelaksanaan UU dan anggaran dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh eksekutif.


Pengertian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga negara yang menjalankan sistem pemerintahan negara memiliki tugas dan wewenang tersendiri yang bertujuan agar dalam pelaksanaannya tidak mengalami ketidakjelasan atau tumpang tindih dengan lembaga negara lainnya. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 yang dimaksudkan dengan DPR adalah lembaga perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berkaitan dengan pengertian DPR, B.N. Marbun (1982:55) mengutip pendapat Mh. Isnaeni mengemukakan bahwa dewan perwakilan rakyat adalah suatu lembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai penyalur aspirasi rakyat mengenai penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa DPR adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk menampung dan menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat di daerah dalam kerangka membentuk suatu tatanan hidup sesuai dengan kehidupan demokrasi yang berdasarkan Pancasila.


Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Pasca Amandemen UUD 1945

Sebelum amandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, serta hubungan antar lembaga-lembaga tersebut. MPR adalah lembaga tertinggi negara, dan MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 lembaga tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebagai lembaga tinggi negara, DPR sebelum amandemen UUD 1945 memiliki kewenangan yang cukup terbatas.

Hal ini dapat kita lihat di dalam UUD 1945 Pasal 20 ayat 1 (Memberikan persetujuan atas RUU), Pasal 21 ayat 1 (Mengajukan RUU), Pasal 22 ayat 2 (Memberikan persetujuan atas PERPU) dan Pasal 23 ayat 1 (Memberikan persetujuan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). UUD 1945 pun tidak dengan jelas menyebutkan bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.

Bagaimanakah kedudukan DPR dalam sistem ketatanegaraan pasca Amandemen UUD 1945? Amandemen UUD 1945 meniadakan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sehingga MPR memiliki kedudukan yang sejajar dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Kesejajaran antara lembaga-lembaga negara ini mengakibatkan terciptanya mekanisme pengawasan (check and balances) antar lembaga-lembaga negara. Berkaitan dengan DPR sesudah amandemen UUD 1945, terjadi perubahan yang cukup signifikan. UUD 1945 lebih menguatkan kedudukan dan fungsi DPR dibandingkan sebelumnya, yaitu :


  • Di bidang Legislasi

Menurut Pasal 20 ayat 1 UUD 1945, DPR memegang kekuasaan membentuk UU. DPR berhak mengajukan RUU (pasal 21 ayat 1), dan apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, RUU tidak di sah kan oleh presiden, maka RUU tersebut otomatis menjadi UU.


  • Di bidang Anggaran

Menurut Pasal 23 ayat 2 UUD 1945, RAPBN diajukan oleh pemerintah untuk dibahas dengan DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Dan apabila DPR tidak menyetujui, pemerintah menjalankan APBN tahun lalu ( pasal 23 ayat 3 UUD 1945 ). DPR berperan aktif sejak perencanaan sampai dengan penghitungan anggaran.


  • Di bidang Pengawasan

Menurut Pasal 20A UUD 1945, DPR memiliki fungsi pengawasan,  dimana fungsi pengawasan tersebut dilakukan melalui hak angket,6 hak interpelasi7 dan hak menyatakan pendapat.8 Pengawasan dilakukan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah.

Selain di dalam proses legislasi yang akan penulis paparkan nantinya, hasil amandemen juga menempatkan DPR sebagai lembaga penentu dalam bentuk memberi “persetujuan” terhadap beberapa agenda kenegaraan. Hal-hal yang membutuhkan persetujuan DPR tersebut dapat dilihat dalam beberapa pasal pada UUD 1945 hasil amandemen, yaitu: Pasal 11 ayat 1 (Menyatakan perang, membuat perdamaian, perjanjian dengan negara lain), Pasal 11 ayat 2 (Membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan yang terkait dengan beban keuangan negara), Pasal 22 (Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang- Undang), Pasal 24A ayat 3 (Pengangkatan Hakim Agung), Pasal 24B ayat 3 (Pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial).

Kekuasaan ke tangan DPR bertambah banyak dengan adanya kewenangan untuk mengisi beberapa jabatan strategis kenegaraan. Pertama, berdasarkan ketentuan Pasal 23F ayat 1 dalam hal memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kedua, berdasarkan ketentuan Pasal 24C adalah menentukan tiga dari sembilan orang hakim Mahkamah Konstitusi. Ketiga, menjadi institusi yang paling menentukan dalam proses pengisian lembaga non-state lainnya (auxiliary bodies) seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Komisi Pemilihan Umum. Kekuasaan ini akan bertambah dengan adanya keharusan untuk meminta pertimbangan DPR dalam pengisian jabatan Panglima TNI, Kepala Kepolisian Negara RI ( Kapolri ). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa DPR adalah salah satu lembaga negara yang memiliki kewenangan sangat besar berdasarkan hasil amandemen Undang-Undang Dasar 1945.


Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Pasca Amandemen UUD 1945

Apabila kita melihat Undang–Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD, DPR RI mempunyai 3 fungsi, yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan. Di dalam UUD 1945, jelas tergambar bahwa DPR memegang peranan penting dan kekuasaan atas pembentukan Undang–Undang di Negara Republik Indonesia. Hal ini tercermin di dalam Pasal 20 UUD 1945 dimana dikatakan bahwa fungsi legislatif hampir berada sepenuhnya di tangan DPR. Berkaitan dengan fungsi legislasi yang dimiliki oleh DPR RI, dapat kita kelompokkan tugas dan wewenangnya sebagai berikut :

  1. Membentuk Undang–Undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
  2. Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti Undang–Undang
  3. Menerima dan membahas usulan Rancangan Undang–Undang yang diajukan Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) yang berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan
  4. Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

Lalu dimanakah peran presiden di dalam pembentukan Undang–Undang? Ada baiknya kita mencoba melihat Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi : “ Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR “. Tentunya hal ini sangat timpang apabila kita kaitkan dengan pasal 5 ayat 1 sebelum perubahan pertama tahun 1999 yang berbunyi : “ Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang–Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. “

Kedua pasal tersebut setelah perubahan pertama tahun 1999, berubah drastis sehingga mengalihkan pelaku kekuasaan legislatif dari presiden ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat.10 Dewan Perwakilan Rakyat sekarang memiliki fungsi legislatif yang sangat kuat, bahkan jika Rancangan Undang–Undang yang telah disetujui bersama pun tidak di tanda tangani oleh presiden, maka RUU tersebut sah menjadi Undang–Undang dan wajib diundangkan.

Disini dapat kita lihat bahwa DPR dilindungi oleh konstitusi dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai badan legislatif, bahkan di dalam ketentuan Pasal 7C UUD 1945 dikatakan bahwa : “ Presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. “. Ini menggambarkan betapa kuatnya posisi konstitusional DPR.

Fungsi legislasi yang dimiliki DPR diwujudkan dengan cara :

  1. Penyusunan Prolegnas
  2. Program Legislasi Nasional adalah instrument perencanaan program pembentukan Undang–Undang yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis.
  3. Mekanisme penyusunan Prolegnas

Yang dimaksud dengan Mekanisme penyusunan Prolegnas adalah

  • Program Legislasi Nasional memuat daftar RUU yang akan dibahas oleh DPR dan Pemerintah untuk 5 ( lima ) tahunan dan 1 ( satu ) tahunan.
  • Secara keseluruhan, pembentukan Undang–Undang dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebar luasan.
  1. Pengajuan Rancangan Undang – Undang

Pengajuan Rancangan Undang–Undang dapat diajukan oleh 3 pihak, yaitu Presiden, DPR dan DPD. Apabila kita membandingkan fungsi DPR dalam bidang legislasi, sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945, akan terlihat perbedaan yang cukup signifikan.

Pada saat UUD 1945 belum diamandemen (zaman orde baru), DPR hanya bersikap pasif, usul inisiatif selalu berasal dari pihak eksekutif, dan DPR tinggal menyetujui, karena itu isu yang berkembang seolah-olah DPR hanya stempel pemerintah. Lemahnya peran dan fungsi konstitusional DPR tidak semata-mata karena sebab-sebab kultural atau ada di dalam diri DPR sendiri, tetapi lebih terletak pada sistem yang ada. Struktur yang ada memang menjadikan DPR kurang dapat berperan secara maksimal. Melemahnya fungsi pengawasan karena ketidakseimbangan kedudukan DPR dengan pemerintah.

Dalam rumusan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebelum amandemen dinyatakan : “Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR”. Di dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) lama, menyebutkan bahwa, “ Anggota DPR berhak mengajukan rancangan Undang-Undang.” Akan tetapi, hak mengajukan RUU itu sifatnya hanya tambahan terhadap kewenangan utama yang dimiliki DPR dibandingkan dengan kewenangan utama membentuk Undang-Undang yang dimiliki oleh presiden. Ketentuan demikian ini memperlihatkan kedudukan yang tidak seimbang antara Presiden dan DPR dalam bidang legislative.

Kedudukan ini berakibat pada hubungan yang tidak seimbang antara Presiden dengan DPR, dimana presiden di samping memegang kekuasaan pemerintahan negara juga memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Padahal DPR sebenarnya adalah representasi rakyat yang terpilih melalui pemilu. Akibatnya seperti pengalaman selama masa pemerintahan Orde Baru, Presiden dapat mengabaikan Rancangan Undang-Undang yang sudah disetujui oleh DPR bersama pemerintah di DPR, dan Rancangan Undang-Undang itu tidak disahkan.

Ketidakseimbangan kekuasaan antara legislatif dan eksekutif tentunya akan berimplikasi luas terhadap suatu tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Karena kekuasaan eksekutif yang lebih besar akan mengakibatkan terjadinya controlling dari eksekutif terhadap legislatif. Dan hal itulah yang terjadi selama masa pemerintahan orde baru di Indonesia. Eksekutif atau pemerintah memiliki kewenangan yang sangat besar di dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga tidak tercipta suatu kehidupan politik yang demokratis dan saling mengawasi satu sama lainnya (check and balances).

Hal itulah yang pada akhirnya menjadikan amandemen UUD 1945 memberikan kewenangan yang besar kepada DPR dalam menyusun Undang-Undang. DPR sendiri sebagai badan legislatif yang sudah diamanatkan oleh UUD 1945 untuk menyusun peraturan perundang–undangan juga menghadapi permasalahan yang tidak mudah. Karena DPR merupakan lembaga yang merupakan representasi dari rakyat, sehingga produk hukum yang dikeluarkan oleh DPR harus merupakan cerminan dari apa yang diinginkan oleh rakyat.

Kesulitan yang dihadapi oleh DPR berkaitan dengan berubahnya zaman terus menerus sehingga akhirnya harus berhadapan dengan dinamika masyarakat yang sering berubah. Selain itu, yang merupakan salah satu masalah yang paling krusial adalah tidak selalu apa yang diinginkan oleh rakyat dapat dipenuhi oleh wakilnya di DPR. Hal ini berkaitan dengan banyaknya kepentingan–kepentingan yang melingkupi wakil rakyat itu sendiri.

Karena tidak dapat dipungkiri, selain sebagai wakil dari rakyat yang memilihnya, para anggota DPR juga merupakan wakil dari partai politik yang mengusungnya, dimana partai politik tersebut tentunya juga mempunyai agenda kepentingan tersendiri. Penyusunan Prolegnas sendiri yang sedang berjalan di Dewan Perwakilan Rakyat pada kenyataannya tidak selalu berjalan efektif. Karena dari sekian banyak Rancangan Undang–Undang yang direncanakan diselesaikan dalam satu masa sidang, tenyata banyak yang tidak selesai sehingga mengakibatkan semakin menumpuknya pekerjaan yang harus diselesaikan oleh DPR.


Tugas dan Wewenang DPR

Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dinyatakan bahwa dibentuk DPR sebagai lembaga legislatif yang mempunyai kedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah. DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat dan berkedudukan sebagai salah satu lembaga tinggi negara. Di dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 diatas, ditetapkan bahwa DPR mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. DPR mempunyai tugas dan wewenang:


Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang:

  • Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
  • Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU).
  • Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah).
  • Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD.
  • Menetapkan UU bersama dengan Presiden.
  • Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU.

Terkait dengan fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang:

  • Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden).
  • Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama.
  • Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK.
  • Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara.

Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang:

  • Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah.
  • Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama).

Tugas dan wewenang DPR lainnya, antara lain:

  • Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat.
  • Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial.
  • Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain.
  • Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
  • Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden.
  • Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden.
  • Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib.

Fungsi DPR

Dungsi DPR ialah memuaskan kehendak masyarakat atau keamanan umum, adalah esensi dari fungsi anggota legislatif selaku wakil rakyat. Perlu diingat bahwa badan legislatif merupakan salah satu unit dari suatu sistem politik. Anggota masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok kepentingan juga merupakan salah satu aspek jaringan kekuasaan disamping eksekutif dan lembaga lainnya. Maka anggota badan tersebut perlu mempertimbangkan berbagai kehendak atau opini yang ada, baik yang datang perorangan, berbagai kesatuan individu seperti kekuatan politik, kelompok kepentingan eksekutif tersebut.

Sehingga, para wakil rakyat dituntut untuk menyelaraskan berbagai kehendak atau opini tersebut dalam proses perumusan dan pemutusan kebijakan. Atas dasar kebijakan tersebut tentang usaha DPR dalam menyelaraskan kehendak atau opini pihak terwakil, menuntut perlunya integritas, kemampuan dan kemandirian anggota DPR dalam mewujudkan aspirasi rakyat karena banyak kehendak individu, kelompok-kelompok kepentingan yang mempengaruhi dalam penentuan Kebijakan/Peraturan Daerah.

Di dalam sistem perwakilan politik, badan legislatif (DPR) mempunyai posisi dan fungsi yang sentral dalam arti DPR merupakan lembaga yang berkewajiban mewakili rakyat di daerah yang berwenang membentuk peraturan darah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintah daerah. Berkenaan dengan fungsi legislatif yang paling penting adalah :

  1. Membuat policy (kebijakan) dan pembuat undang-undang. Untuk ini badan legislatif diberi hak inisiatif, hak. untuk mengadakan amandemen terhadap undang-undang yang disusun pemerintah dan hak budget.
  2. Mengontrol badan eksekutif, dalam anti menjaga supaya semua tindakan eksekutif sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan Untuk menyelenggarakan tugas badan perwakilan rakyat diberi hak-hak kontrol khusus.

Kedua fungsi legislatif tersebut diatas, merupakan fungsi yang paling pokok yang dimiliki dan dijalankan oleh badan legislatif. Kedua fungsi tersebut juga merupakan konkretisasi dari tugas perwakilan yang diemban oleh DPR. Kemudian apabila kedua fungsi tersebut terutama fungsi pembuatan undang- undang tidak berjalan, maka akan terjadi kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

  1. Fungsi Respresentasi

Sebagai fungsi respresentasi, DPR mewakili keanekaragaman demografis (jenis kelamin, umur, lokasi), sosiologi (strata sosial), ekonomi pekerjaan pemilikan atau kekayaan), kultur (adat. kepercayaan, agama), dan politik dalam masyarakat.

  1. Fungsi Pembuatan Keputusan

Merupakan fungsi DPR dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah demi tercapainya kesejahteraan yang disepakati.

  1. Fungsi Pembentukan Legitimasi

Merupakan fungsi DPR, atas nama rakyat, dalam mengahadapi pihak eksekutif. Secara konstitusional, DPR berfungsi membentuk citra pemerintahan umum dimana pimpinan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang baik dan tidak baik, atau yang dapat diterima dan atau didukung oleh seluruh rakyat, sehingga iklim kerja eksekutif dapat bekerja secara efektif.

Sebagai wakil rakyat yang secara institusional berada paling dekat dengan masyarakat, DPR dituntut untuk lebih berperan menyuarakan serta menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat pemilihnya. DPR mempunyai tanggung jawab untuk menjadi mitra pemerintah daerah dalam pembuatan setiap kebijakan daerah serta mengawasi pelaksanaannya yang dilakukan oleh Eksekutif Daerah.


Hak dan Kewajiban DPR

Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang telah disebutkan di atas, DPR mempunyai hak seperti di atur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003. DPR mempunyai hak sebagai berikut :

  1. Hak Interpelasi

  • Hak interpelasi ialah hak dimana meminta keterangan yang ditujukan kepada seorang presiden mengenai kebijaksanaan pemerintah yang dengan syarat harus didukung dan ditandatangani oleh paling sedikit tiga puluh orang anggota dan disetujui oleh suatu sidang paripurna DPR.
  • Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) huruf a diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
  • Pengusulan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya: materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan Pemerintah yang akan dimintakan keterangan; dan alasan permintaan keterangan.
  • Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak interpelasi DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPR yang hadir.

  1. Hak Angket

  • Hak angket adalah salah satu hak DPR yang diajukan kepada pemerintah (presiden) untuk mengklarifikasi suatu kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah menjadi lebih jelas, lebih transparan, dan mempersoalkan
  • keabsahan kebijakan yang dilakukan pemerintah, apakah sudah memenuhi koridor hukum, dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
  • Pelaksanaan hak angket telah di tentukan dalam UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat, sekurang-kurangnya diajukan oleh 10 orang anggota DPR bisa menyampaikan usulan angket kepada Pimpinan DPR. Usulan disampaikan secara tertulis, disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama fraksinya. Usul dinyatakan dalam suatu rumusan secara jelas tentang hal yang akan diselidiki, disertai dengan penjelasan dan rancangan biaya sedangkan dalam pasal 177 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disebutkan bahwa hak angket harus diusulkan oleh paling sedikit oleh dua puluh lima orang anggota serta lebih dari satu fraksi disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya materi kebijakan memuat mengenai pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan. Sidang Paripurna DPR dapat memutuskan menerima atau menolak usul hak angket dan bila menerima usul hak angket kemudian DPR membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPR apabila ditolak maka usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.

  1. Hak Menyatakan Pendapat

  • Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
  • Pelaksanaan hak menyatakan pendapat terdapat pada Pasal 184 ayat (1) mengatur hak menyatakan pendapat diusulkan paling sedikit 25 orang anggota DPR. Pengusulan diusulkan disertai dokumen yang memuat materi dan alasan usul, dan materi hasil hak angket disertai bukti yang sah atas dugaan pelanggaran hukum sebagaimana Pasal 77 ayat (4) hutuf c. Menggunakan hak menyatakan pendapat selanjutnya diputuskan oleh 3/4 dari 3/4 jumlah anggota DPR. DPR kemudian bersidang untuk memutuskan menerima atau menolak usulan hak menyatakan pendapat.

Anggota DPR mempunyai hak sebagai berikut :

  • Mengajukan rancangan undang-undang.
  • Mengajukan pertanyaan.
  • Menyampaikan usul dan pendapat.
  • Memilih dan dipilih.
  • Membela diri.
  • Protokeler.
  • Imunitas
  • Keuangan dan administrative.

Anggota DPR mempunyai kewajiban:

  • Mengamalkan Pancasila.
  • Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan.
  • Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
  • Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia.
  • Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
  • Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
  • Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
  • Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya.
  • Menaati kode etik dan peraturan tata tertib DPR.
  • Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.

Demikian sedikit pembahasan mengenai Fungsi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) semoga dengan adanya pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk kita semua, dan kami ucapkan Terima Kasih telah menyimak ulasan kami. Jika kalian merasa ulasan kami bermanfaat mohon untuk dishare 🙂

Baca juga artikel lainnya tentang: