Pengertian Sosiologi Hukum

Fungsi.co.idPengertian Sosiologi Hukum – Secara umum permasalahan hukum di negara berkembang termasuk Indonesia biasanya lebih kompleks dibandingkan dengan negara maju. Masalah politik, sosial dan ekonomi terkait erat dengan masalah hukum.

Pengertian Sosiologi Hukum

Pertanyaan umum yang perlu kita jawab adalah apa pentingnya sosiologi hukum dan apa yang dipelajari dalam sosiologi hukum? Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya untuk melihat hubungan timbal balik antara tindakan peserta hukum dan sebaliknya.

Selain itu, pemahaman hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat, perannya dalam perubahan sosial, dan contoh kesadaran hukum dan kepatuhan hukum akan membantu menjawab dua pertanyaan di atas.

Artikel ini membahas tentang pentingnya memahami sosiologi hukum beserta fungsi dan objek kajiannya. Artikel ini terdiri dari dua kompetensi, yaitu memahami sosiologi hukum dan posisinya dalam yurisprudensi. Artikel ini akan mengkaji pemahaman kita tentang sosiologi hukum dalam kaitannya dengan perilaku hukum dalam masyarakat dan sebaliknya, dengan menekankan pada keterkaitan antara hukum dan fenomena sosial lainnya.

Setelah mempelajari artikel ini, kita akan dapat mengetahui dan memahami sosiologi hukum dan aspek lainnya. Pertama kali dipahami bahwa manusia memiliki naluri untuk hidup berdampingan atau hidup bersama manusia lainnya. Jadi kalau keteraturan hidup bisa bersifat subyektif, hidup bersama menimbulkan keinginan dan kemauan untuk hidup teratur. Subjektivitas ini sering menjadi sumber konflik

Situasi ini harus dicegah untuk melindungi integritas dan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan ini menciptakan aturan, norma, atau konvensi hidup. Ini pada dasarnya adalah nilai-nilai perilaku manusia yang berfungsi sebagai pedoman atau kriteria untuk apa yang dianggap sebagai perilaku yang benar. Pemikiran demikian bersumber dari pemikiran normatif atau filosofis yang disebut sosiologi.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan pola tingkah laku masyarakat, telah tumbuh cabang ilmu sosiologi melalui proses spesialisasi yaitu sosiologi hukum yang muncul dari pola tingkah laku tertentu.

Setelah mempelajari materi dalam artikel ini, Anda akan dapat menjelaskan pengertian sosiologi hukum, fungsi sosiologi hukum, dan jangkauan sosiologi hukum, baik secara teoritis maupun dalam kasus sosial. Pada kesempatan kali ini kita akan membahasnya, simak penjelasannya di bawah ini!

Pengertian Sosiologi Hukum

Sosiologi hukum adalah bagian dari sosiologi jiwa manusia, yang mempelajari realitas sosial hukum secara utuh, mulai dari pernyataan-pernyataan konkrit yang dapat dibuktikan kebenarannya dari luar, dalam tingkah laku kolektif yang efektif atas dasar material (Gurvitch, dalam Laksana, et al., 2017, hlm.5). Artinya, sosiologi hukum menafsirkan tingkah laku dan manifestasi material hukum menurut makna batiniahnya, mengilhami dan merasukinya, tetapi juga mengubahnya sebagian.

Laksana, dkk (2017, hlm. 8) sendiri berpendapat bahwa sosiologi hukum adalah cabang ilmu yang mempelajari antara lain mengapa manusia menaati hukum dan mengapa tidak menaati hukum tersebut serta faktor-faktor kemasyarakatan lain yang mempengaruhinya. Di sisi lain, menurut Soekanto (dalam Solikin, 2022, hlm. 5), sosiologi hukum adalah cabang ilmu yang menganalisis atau menganalisis secara empiris atau menyelidiki hubungan timbal balik antara hukum dan fenomena lainnya. Menurut Raharjo (dalam Solikin, 2022, hlm. 5), sosiologi hukum adalah pengetahuan hukum tentang pola tingkah laku orang-orang dalam suatu konteks sosial.

Lebih lanjut Meuwissen berpendapat (dalam Laksana, et al, 2017, hlm. 5) bahwa sosiologi hukum menjelaskan hukum positif yang berlaku (yaitu perubahan ruang dan waktu dalam isi dan bentuk) dengan bantuan faktor-faktor sosial. Sementara itu, Johnson berpendapat (dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 5) bahwa sosiologi hukum merupakan bagian dari sosiologi jiwa manusia, yang mengkaji sepenuhnya realitas sosial hukum mulai dari hal-hal yang nyata seperti mengamati perwujudan hukum. lahir dalam kebiasaan kolektif yang efektif. (organisasi standar, kebiasaan sehari-hari dan tradisi atau kebiasaan inovatif) serta dalam basis material (struktur spasial dan kepadatan demografis lembaga hukum).

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sosiologi hukum merupakan cabang ilmu sosiologi yang sangat menitik beratkan pada persoalan hukum yang terwujud dari pengalaman kehidupan masyarakat sehari-hari (Laksana, dkk, 2017, hlm. 6).

Objek Sosiologi Hukum

Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa tujuan mempelajari sosiologi hukum adalah mempelajari organisasi sosial hukum. Objek sasaran di sini adalah badan-badan yang terlibat dalam penyelenggaraan peradilan, yaitu legislator, pengadilan, polisi, dan pengacara (Rahardjo, dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 8).

Hal yang sama dikemukakan oleh Apeldoorn bahwa sosiologi hukum menggunakan hukum sebagai fokus kajiannya. Berdasarkan asas-asas yang dituangkan dalam undang-undang, keputusan pemerintah, peraturan, kontrak, keputusan hakim, tulisan hukum dan sumber lainnya.

Sedangkan menurut Curzon (dalam Solikin, 2022, hlm. 13), sosiologi hukum memiliki obyek kajian fenomena hukum yang didasarkan pada konsep hukum sebagai alat kontrol sosial. Di sini, sosiologi hukum mengkaji apakah dan sejauh mana prinsip-prinsip tersebut benar-benar diterapkan dalam kehidupan masyarakat, yaitu sejauh mana kehidupan mengikutinya atau menyimpang darinya (Laksana, dkk, 2017, hlm. 9).

Diterjemahkan, pokok bahasan sosiologi hukum berbunyi sebagai berikut.

Sosiologi hukum mengkaji hukum dalam bentuknya atau kontrol sosial negara. Dalam hal ini sosiologi mengkaji seperangkat aturan khusus yang berlaku dan diperlukan untuk menjaga ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.

Sosiologi hukum mengkaji suatu proses yang ditujukan untuk membentuk warga negara sebagai makhluk sosial. Sosiologi hukum menyadari keberadaannya sebagai aturan sosial yang ada dalam masyarakat (Solikin, 2022, hlm. 14).

Fungsi Sosiologi Hukum

Dalam kajian hukum setidaknya ada tiga faktor yang menjadi parameter berfungsinya sosiologi hukum, yaitu:

·         Berfungsi Secara Filosofis

Setiap masyarakat selalu mempunyai gagasan tentang hukum, yaitu apa yang diharapkan masyarakat dari hukum, misalnya hukum harus menjamin keadilan, kesejahteraan dan ketertiban serta kebahagiaan.

Cita-cita hukum atau gagasan hukum berkembang dalam sistem nilai baik dan buruk suatu masyarakat, pandangannya terhadap individu dan masyarakat, dll, termasuk pandangan tentang dunia supranatural. Semua ini bersifat filosofis, artinya menyangkut pandangan tentang hakikat atau hakekat sesuatu. Hukum juga harus mencerminkan sistem nilai untuk melestarikan nilai-nilai dan menerapkannya dalam perilaku masyarakat.

Menurut Rudolf Stammler, cita hukum merupakan konstruksi mental yang sangat diperlukan untuk menyelaraskan hukum dengan cita-cita yang diinginkan masyarakat. Lebih jauh, filsuf hukum Gustav Radbruch mengatakan bahwa cita-cita hukum berfungsi sebagai acuan preskriptif dan konstruktif. Tanpa cita-cita hukum, hukum kehilangan maknanya. (Sutradara Manan, 1992, 17)

Dalam proses pembentukan hukum, konkretisasi nilai-nilai yang terkandung dalam cita-cita hukum menjadi norma hukum tergantung pada kesadaran dan evaluasi nilai-nilai tersebut oleh pembuat undang-undang. Kurangnya kesadaran akan nilai-nilai tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antara cita-cita hukum dan norma hukum yang dipraktikkan. Oleh karena itu, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, di mana cita-cita hukum Pancasila dan norma-norma dasar negara itu ada, setiap undang-undang yang diperkenalkan harus dibumbui dan dikodifikasikan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dalam undang-undang.

·         Berfungsi Secara Sosiologis/Empiris

Menegakkan fungsi sosiologis/empiris berarti anggota masyarakat tunduk pada hukum dimana hukum itu ditegakkan. Nilai empiris dapat dipahami melalui studi empiris tentang perilaku warga negara. Saat muncul di pencarian

Jika masyarakat secara umum berperilaku sesuai dengan aturan hukum, maka aturan hukum memiliki nilai empiris. Norma hukum dengan demikian mencerminkan realitas yang hidup dalam masyarakat. (Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, 1993, 88-89).

Secara sosiologis, produk hukum dibuat secara alamiah, bahkan spontan, dan diterima oleh masyarakat. Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka menambahkan bahwa ada dua landasan teori yang melandasi sosiologi suatu negara hukum, yaitu:

Dalam istilah sosiologis, teori kekuasaan menyatakan bahwa aturan hukum ditegakkan dengan paksaan oleh penguasa, baik masyarakat menerimanya atau tidak.

Teori Pengakuan, prinsip bahwa hukum yang berlaku didasarkan pada penerimaan masyarakat di mana hukum itu diterapkan. (Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, 1993, 91-92)

·         Berfungsi Secara Yuridis

fungsi hukum atau normatif dari satu atau beberapa peraturan, jika peraturan tersebut merupakan bagian dari peraturan hukum tertentu dimana peraturan hukum tersebut saling merujuk satu sama lain. Sistem norma hukum yang demikian mencakup semua sistem norma hukum khusus yang didasarkan pada norma hukum umum. Dalam pembahasan pasal ini, standar hukum yang lebih rendah secara tegas diturunkan dari standar hukum yang lebih tinggi.

Sebagaimana ditekankan oleh Hans Kelsen, fungsi hukum negara hukum tidak dapat dipisahkan dari doktrin hukum murni. Fungsi hukum negara hukum ditentukan dengan syarat-syarat sebagai berikut:

Pertama, harus ada otoritas legislatif. Setiap produk yang sah harus diproduksi oleh organisasi atau pejabat resmi. Jika tidak, yang terjadi adalah tidak sah. Diasumsikan tidak pernah ada dan semua konsekuensinya batal demi hukum.

Misalnya, peraturan perundang-undangan resmi di Indonesia harus dikembangkan bersama oleh Presiden dan DPR. Jika tidak maka hukumnya batal. Kedua, harus sesuai dengan objeknya baik bentuk, jenis maupun aturan hukumnya. Penyimpangan dari formulir ini dapat menjadi dasar pembatalan produk yang valid.

Ketiga, harus mengikuti jalan tertentu. Jika cara ini tidak diikuti, maka produk tersebut batal demi hukum atau mempunyai/tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Keempat, kewajiban tidak bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi (legalitas).

Kelompok Sosial Dengan Hukum

Dalam hal ini, pengertian kelompok sosial adalah suatu kegiatan yang berlangsung antara dua orang atau lebih dan diatur oleh suatu sistem yang disebut hukum. Misalnya AD dan ART dalam suatu organisasi atau undang-undang yang mengatur kehidupan bernegara.

Keberadaan hukum merupakan bagian dari keberadaan faktor budaya. Keduanya saling berhubungan dan berpengaruh terhadap pengaturan suatu masyarakat budaya dengan aturan-aturan kehidupan bermasyarakat. Adanya pranata sosial dalam masyarakat yang menggunakan aturan untuk mengontrol interaksi dalam masyarakat.

·         Stratifikasi Sosial

Kelas sosial adalah ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa hukum berlaku untuk semua golongan tanpa diskriminasi. Bahkan, ada kelas sosial secara tidak langsung dalam masyarakat.

·         Kekuasaan Dan Otoritas

Kekuasaan dan kewenangan tersebut merupakan tugas yang ditetapkan dengan peraturan berbentuk undang-undang yang pelaksanaannya bersifat wajib.

·         Isu Sosial

Pengertian masalah sosial dalam konteks ini mengacu pada perilaku menyimpang dan pelanggaran terhadap keberadaan hukum.

Aliran Sosiologi Hukum

Kita dapat membedakan beberapa arus dalam sosiologi hukum. Aliran tersebut muncul karena adanya paradigma yang digunakan. Jadi meskipun pada dasarnya menggunakan pendekatan dan metode yang sama, yaitu optik sosiologis, namun satu aliran melakukan kajian secara berbeda dengan yang lain. Ada dua arus yang mengembangkan sosiologi hukum, sebagai berikut.

·         Aliran Positif

Aliran positif Aliran positif hanya berbicara tentang peristiwa yang murni dapat diamati dari luar. Mereka tidak ingin memasukkan hal-hal dalam studi mereka yang tidak dapat diamati dari luar, seperti nilai, tujuan, niat, dan sebagainya.

Pada tahun 1972, Black menulis The Boundaries of Legal Sociology. Artikel ini mengkaji apa yang dilakukan di bidang sosiologi hukum di Amerika sampai saat itu, sekaligus menunjukkan bagaimana studi di bidang ini harus dilakukan. Artikel tersebut dapat digambarkan sebagai mengumumkan keberadaan sekolah positif dan mengkritisi sekolah lain (Rahardjo, dalam Laksana, 2017, hlm. 15).

Hitam (dalam Laksana, 2017, hlm. 15) menunjukkan kaburnya ilmu pengetahuan dan politik dalam sosiologi hukum. Meski para sosiolog hukum saling mengkritik penerapan standar ilmiah dan akurasi metodologi serta validitas teoretis, ini semua dalam konteks pembahasan atau pendalaman isu-isu politik (implikasi kebijakan), menurut Black.

Cara kerja seperti ini ditolak mentah-mentah oleh Black karena mengandung dan memasukkan (memediasi) aspek psikologis seperti emosi, kemarahan dan perhatian pribadi. Sosiolog hukum tidak pantas berbicara sosiologi hukum sebagai borjuis, liberal, pluralis atau meliorist, intinya bukan untuk memihak semua “isme” ini tetapi untuk fokus pada apa yang disebut Black sebagai gaya wacana.

Lebih lanjut Black (dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 16) menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam ilmu hukum atau praktik kesehariannya, hukum dipandang sebagai kewajiban yang mengikat. Sementara itu, sosiologi hukum harus menjauh dari pengertian tersebut dan hanya melihat fakta, seperti putusan hakim, aparat kepolisian, kejaksaan dan aparatur.

Hanya fakta-fakta ini yang menjadi perhatian sosiologi hukum dan bukan bagaimana perilaku di bawah hukum harus dilakukan. Pendekatan hukum-sosiologis yang murni terhadap hukum bukanlah tentang mengevaluasi kebijakan hukum, tetapi tentang analisis ilmiah tentang kehidupan hukum sebagai sistem tingkah laku (perilaku).

Sosiologi hukum hanya berurusan dengan fakta-fakta yang dapat diamati. Sosiologi hukum tidak mencerminkan adanya tujuan hukum, tujuan hukum dan nilai-nilai hukum. Baginya, hukum adalah apa yang kita lihat dan apa yang terjadi di masyarakat. Sosiologi hukum didasarkan pada pengamatan sosial. Hukum merupakan variabel kuantitatif menurut sosiologi positif (Anwar & Adang, dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 16).

·         Arus Normatif

Aliran normatif pada dasarnya menyatakan bahwa hukum tidak hanya merupakan fakta yang diamati tetapi juga merupakan pranata nilai. Hukum mengandung nilai-nilai dan hukum berfungsi untuk mengungkapkan nilai-nilai tersebut dalam masyarakat. Dengan demikian landasan fundamental atau eksistensial hukum dalam masyarakat hilang jika hukum tidak dapat dilihat sebagai lembaga semacam itu.

Plilip Selznick, Jeromi Skolnick, Philippe Nonet dan Charlin adalah tokoh-tokoh yang mengembangkan apa yang disebut “Perspektif Berkeley”. Menurutnya, sosiologi hukum harus mengkaji landasan-landasan sosial yang hadir dalam cita-cita legalitas. Dengan demikian, pendirian mazhab ini berbeda dengan mazhab positif yang berpendapat bahwa penilaian nilai tidak ditemukan dalam dunia empiris. Sebaliknya, program Berkeley menekankan bahwa sosiologi hukum secara serius berhubungan dengan ide-ide hukum.

Menurut mazhab normatif, hukum bukanlah suatu fakta yang dapat diamati, melainkan suatu pranata nilai. Hukum mengandung nilai-nilai dan berfungsi untuk mengungkapkan nilai-nilai tersebut dalam masyarakat. Sosiologi hukum berasal dari aliran ini karena tidak dapat dipisahkan dari institusi primer seperti politik dan ekonomi (Anwar & Adang, dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 17).

Aliran normatif berpendapat bahwa studi sosiologis memperkaya pemahaman kita tentang kondisi dan biaya mewujudkan berbagai upaya manusia, seperti demokrasi, keadilan, efisiensi, dan keintiman. Kondisi sosiologis dan biaya yang terlibat dalam mencapai berbagai pengejaran ini tidak jarang dieksplorasi pada orang yang berbicara tentang keadilan. Di sinilah sosiologi berperan untuk memperkaya pemahaman dengan memperluas cakrawala pengetahuan kita, yaitu dengan memberikan penjelasan tentang struktur sosiologis demokrasi, keadilan, dan sebagainya.

Kemudian sosiologi hukum yang terbebas dari normativitas hukum, hanya berujung pada ketidaktahuan akan hakikat hukum. Sosiologi hukum yang berhenti hanya pada pengamatan eksternal Yang dibanggakan hitam akan menghasilkan masyarakat yang buta huruf (sampai lulus buta huruf) (Rahardjo, dalam Laksana, dkk, 2017, hlm. 17).

Demikian sedikit pembahasan mengenai Pengertian Sosiologi Hukum  semoga dengan adanya pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk kita semua, dan kami ucapkan Terima Kasih telah menyimak ulasan kami. Jika kalian merasa ulasan kami bermanfaat mohon untuk dishare :).

Baca juga artikel lainnya tentang: