Fungsi.co.id – Fungsi Keberadaan Rumah Adat – Anda harus tahu bahwa negara kita, Indonesia, memiliki beragam budaya yang diwariskan dari nenek moyang kita selama berabad-abad. Mulai dari rumah adat, pakaian adat, tarian tradisional, senjata tradisional dan makanan tradisional, setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing.
Kali ini kita akan membahas tentang rumah adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Ya, keberadaan rumah adat ini sebenarnya sudah jarang ditemui belakangan ini, terutama di perkotaan. Grameds bisa menemukan rumah adat tersebut saat memasuki pedesaan atau bahkan desa wisata tertentu yang penduduknya masih menggunakan rumah adat seolah-olah sebagai rumah untuk tempat tinggal.
Jika ya, apa fungsi dari rumah adat? Apakah hanya berfungsi sebagai tempat tinggal seperti fungsi rumah pada umumnya? Jika iya, apa yang membuatnya berbeda dengan rumah pada umumnya?
Tentu tidak, keberadaan rumah adat memiliki banyak fungsi, salah satunya sebagai tempat tinggal. Lalu apa saja fungsi dari keberadaan rumah adat? Rumah adat mana yang masih memiliki makna tradisional? Agar Grameds tidak bingung, yuk simak ulasan berikut ini!
Fungsi Dari Keberadaan Rumah Adat
Perlu diketahui bahwa rumah adat di Indonesia beragam, sesuai dengan keragaman budaya negara ini. Tak perlu dikatakan bahwa setiap provinsi memiliki rumah adat yang berbeda, karena latar belakang sejarah provinsi juga berbeda. Nah berikut ini adalah 7 ciri keberadaan rumah adat.
-
Sebagai Tempat Acara Adat
Fungsi keempat dari rumah adat adalah sebagai tempat dilaksanakannya upacara adat. Tidak hanya itu, rumah adat juga sering dijadikan sebagai tempat musyawarah yang dihadiri oleh tokoh masyarakat.
Penyelenggaraan upacara adat di rumah adat ini biasanya berlangsung dalam skala besar, sehingga masyarakat atau wisatawan yang bukan milik masyarakat masih bisa menyaksikan bagaimana upacara adat itu berlangsung.
-
Sebagai Rekam Jejak Budaya Masa Lalu
Ketika Grameds jalan-jalan dan melihat keberadaan rumah kayu dengan bentuk unik di tengah pedesaan, apa yang membuat Anda mengerti bahwa rumah tersebut merupakan bentuk rumah tradisional?
Ya, sebagian besar rumah adat di Indonesia menggunakan kayu sebagai bahan dasar konstruksinya dan terdapat berbagai ukiran khusus yang menunjukkan bahwa rumah tersebut adalah rumah adat. Karena dalam proses pembangunannya harus diperhatikan nilai-nilai tertentu yang harus terkandung dalam rumah adat.
Nilai-nilai khusus ini diwariskan secara turun-temurun dan tentunya berbeda dengan bangunan rumah pada umumnya.
-
Sebagai Museum
Fungsi utama dari keberadaan rumah adat adalah dapat digunakan sebagai museum! Ya, saat ini banyak rumah adat yang akhirnya dialihfungsikan menjadi museum yang melestarikan benda-benda peninggalan leluhurnya. Museum ini tentunya terbuka untuk umum, dengan catatan pengunjung tidak boleh menyentuh atau merusak benda-benda peninggalan leluhur.
-
Sebagai Identitas Suku Bangsa
Rumah adat merupakan salah satu produk budaya yang berkembang di suatu daerah, karena desainnya juga memasukkan unsur budaya yang berbeda. Ya, tidak ada yang gegabah dalam membangun rumah adat. Nenek moyang kita selalu memperhatikan setiap detail dan setiap detail memiliki filosofi yang berbeda.
Unsur-unsur yang masuk ke dalam proses membangun rumah adat biasanya dipengaruhi oleh adat istiadat yang berlaku di masyarakat setempat, sehingga rumah adat secara tidak langsung menunjukkan identitas suatu suku bangsa.
-
Sebagai Filosofi Budaya yang Berlaku
Pembangunan rumah adat tidak hanya dipengaruhi oleh adat istiadat yang berlaku di masyarakat setempat, tetapi juga memperhatikan filosofi budaya yang ada. Filosofi ini biasanya berbentuk pemikiran tentang manusia, alam dan Tuhan. Namun ada juga filosofi yang menggambarkan hal-hal sakral di suatu wilayah.
-
Sebagai Tempat Tinggal (Hunian)
Nah, fungsi dari ketiga rumah adat ini sama dengan fungsi rumah pada umumnya. Ya, sebagai tempat tinggal bagi masyarakat suku yang terkena dampak. Namun perlu diperhatikan juga bahwa tidak semua rumah adat dapat dikatakan sebagai rumah tinggal, karena sistem sosial masih berlaku pada saat itu, sehingga tidak semua orang dapat tinggal di rumah adat tersebut.
Contoh Filosofi Rumah Adat di Indonesia
Keberadaan rumah adat di Indonesia sangat beragam. Juga tidak jarang suatu suku dapat memiliki lebih dari satu rumah adat. Seperti yang sudah dituliskan, pembangunan rumah adat harus memperhatikan keberadaan unsur-unsur budaya yang lazim di masyarakat, sehingga wajar jika keberadaan rumah adat dalam suatu suku bangsa bisa lebih dari satu.
Nah, berikut ini beberapa contoh rumah adat di Indonesia yang memiliki filosofi dan fungsi khusus.
-
Rumah Adat Mbaru Niang Wae Rebo (NTT)
Rumah Adat Mbaru Niang Wae Rebo merupakan perwujudan nilai-nilai budaya yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Wae Rebo, Nusa Tenggara Timur. Rumah adat Mbaru Niang bagi masyarakat Wae Rebo tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal tetapi juga menjadi bagian dari dirinya sendiri, menjadi tempat pengambilan keputusan desa dan diadakan acara silaturahmi dengan tamu.
Rumah adat ini memiliki ruang yang disebut tenda dimana kegiatan sehari-hari seperti makan, istirahat, memasak, menerima tamu dan lain-lain biasanya dilakukan. Ruang tenda ini memiliki diameter 15 meter.
Kemudian ada kendang di ruang keluarga yang merupakan pusaka yang tidak bisa dipisahkan dari keutuhan sebuah desa. Gendang ini juga bisa disebut pusaka karena melambangkan identitas desa sekaligus pemilik rumah.
-
Rumah Adat Suku Tolaki dan Suku Wolio (Sulawesi Tenggara)
Sulawesi Tenggara memiliki banyak suku yang saling membudidayakan budaya lokal asalnya, antara lain suku Tolaki dan suku Wolio. Suku Tolaki merupakan suku terbesar di Kota Kendari, sedangkan suku Wolio bermukim di Kota Bau-Bau. Kedua suku ini menjadi suku yang berasal dari kerajaan terbesar di Sulawesi Tenggara. Suku Tolaki berasal dari kerajaan Konawe sedangkan suku Wolio berasal dari kerajaan Bunton.
Rumah adat suku Tolaki disebut Laika (berasal dari bahasa Konawe) dan Raha (berasal dari bahasa Mekongga). Bangunan di rumah ini memiliki bentuk persegi panjang yang besar dan terbuat dari kayu. Di atap ada pilar besar yang tingginya sekitar 20 kaki. Pada zaman dahulu, rumah adat ini sering digunakan sebagai tempat seorang raja mengadakan upacara adat.
Pintu rumah adat suku Tolaki disebut Otambo dan berbentuk segi empat. Pintu depan rumah ini sesuai dengan mulut dan pintu belakang rumah sesuai dengan dubur. Pintu depan rumah diletakkan agak ke samping, sehingga orang luar tidak bisa langsung masuk ke dalam rumah. Hal ini dipercaya dapat mencegah masuknya roh-roh jahat yang berhubungan dengan ilmu hitam.
Tangga di rumah adat Tolaki biasanya terdiri dari angka ganjil karena angka genap diyakini buruk. Adanya tingkat ganjil ini disebut konanggoa yang artinya sangat baik untuk mendapatkan makanan. Mereka percaya bahwa bilangan ganjil itu baik karena meskipun memiliki elemen, mereka tidak berpasangan satu sama lain, tetapi mereka dapat mempengaruhi mereka.
Jendela pada rumah adat Tolaki memiliki empat lubang yang sesuai dengan dua elemen telinga dan dua elemen ketika (analogi berdasarkan tubuh manusia). Menurut kepercayaan setempat, peletakan jendela (disebut kontes) diletakkan ke arah matahari terbit dan terbenam, serta untuk memata-matai musuh.
Sedangkan rumah adat suku Wolio disebut Banua Tada. Kata “Banua” berarti rumah sedangkan “tada” berarti siku. Berdasarkan status sosial yang berlaku di masyarakat setempat, struktur rumah ini menyesuaikan status sosial yaitu “kamali”, “banua tada tare pata pale” dan “banua tada tare talu pale”.
Struktur “kamali” berarti mahligai atau tempat tinggal raja bersama keluarganya. Kemudian struktur “banua tada tare pata pucat” berarti tempat tinggal pejabat atau pegawai istana. Kemudian bangunan “banua tada tare talu pucat” adalah tempat tinggal orang biasa.
Jika dilihat lebih dekat, rumah adat suku Wolio tampak terdiri dari bagian kepala, badan dan kaki, sesuai dengan filosofi masyarakat Buton. Menurut kepercayaan mereka, lubang rahasia di kayu itu nantinya akan bertatahkan emas, setara dengan pusar manusia. Emas juga bisa diartikan sebagai lambang hati dan adat Buton.
Kemudian pada bagian atap rumah adat ini terdapat ukiran buah nanas dan naga yang merupakan simbol Kerajaan dan Kesultanan Buton. Uniknya, rumah adat ini merupakan rumah tahan gempa. Atapnya terbuat dari ilalang dan hipa-hipa, yang dalam penataannya harus islami karena melambangkan ibadah shalat, yaitu hak yang menutup seperti sedekah.
-
Rumah Adat Baileo (Maluku Tengah)
Rumah Adat Baileo ini merupakan hasil budaya Maluku yang diwujudkan dalam bentuk arsitektur yaitu sebagai rumah adat. Pembangunan rumah adat Baileo tidak boleh dilakukan sembarangan, tetapi harus mengikuti aturan khusus budaya Maluku, mulai dari pemilihan lokasi, pemilihan material, bentuk arsitektur hingga ornamen yang digunakan sebagai dekorasi rumah adat.
Menurut budaya Maluku, rumah adat Baileo dianggap sebagai rumah tua atau rumah leluhur karena berhubungan langsung dengan leluhur, yaitu sebagai tempat tinggal atau domisili pertama sekelompok orang yang datang pada saat itu dan dianggap sebagai pendirinya. negara.
Rumah Adat Baileo memiliki nama tersendiri di setiap daerah, antara lain di Kecamatan Saparua Kabupaten Maluku Tengah, di Rumah Adat Baileo Nolloth disebut juga Simaloa Pellamahu yang artinya rumah adat atau tempat upacara. Seperti namanya, rumah adat Baileo Nolloth sering difungsikan sebagai upacara adat yang masih digelar hingga saat ini.
Gedung Baileo Nolloth memiliki 20 kolom kayu dengan posisi bersebelahan di sebelah barat dan timur masing-masing 10 kolom. 20 Masing-masing dari mereka di Rumah Adat Baileo sebenarnya melambangkan klan di Nolloth, yaitu:
- Sepuluh tiang di sisi barat mewakili klan Metekohy, Sopacua, Lawalatta, Articlebessy, Hehamahua, Pemahu, Metekohy dan Selanno.
- Sepuluh tiang di sisi timur melambangkan klan Manuputty, Articlebessy, Metekohy, Patty, Sopacua, Huliselan (Pilar Raja), Mattatula, Ningkelwa, Silahooy dan Tousalwa.
-
Rumah Adat Sasadu (Maluku Utara)
Jika sebelumnya kita berbicara tentang rumah adat di Maluku Tengah, kali ini kita akan beralih ke bagian Maluku Utara. Rumah adat Sasadu (berasal dari bahasa Sahu) erat kaitannya dengan budaya lokal, yaitu di Maluku Utara. Rumah adat ini biasanya terletak di pinggir jalan agar mudah dijangkau, apalagi jika digunakan sebagai tempat pertemuan dari berbagai pelosok desa.
Rumah adat di Sasadu ini biasanya dibangun dari bahan bangunan berupa lembaran sagu yang panjangnya dihitung sesuai dengan jumlah lembaran atap yang digariskan aturan umum. Jumlah daun atap tergantung pada lamanya upacara panen tahunan.
Rumah tradisional Sasadu juga sangat mudah dipindahkan, bahkan jika pemiliknya menginginkannya. Selain itu, rumah adat ini mudah dirawat, artinya jika ada elemen atau komponen yang rusak atau lapuk dapat diganti dengan yang baru.
Seperti rumah adat lainnya, rumah adat Sasadu ini memiliki satu fungsi utama yaitu sebagai tempat upacara adat dan musyawarah adat. Upacara adat yang biasanya diadakan di rumah adat Sasadu adalah Sa’ai Mangga’a dan Sa’ai Lamo, yaitu upacara adat yang berkaitan dengan proses pertanian. Mengadakan penyuluhan umum biasanya tentang penyelesaian kasus-kasus umum seperti perzinahan (perbuatan asusila), perceraian, masalah tanah, dan lain-lain.
Rumah adat di Sasadu ini memiliki empat pintu masuk di sudut bangunan, tepatnya di bawah atap segitiga Boru Ma Biki. Pintu ini berfungsi sebagai pintu masuk ke berbagai lapisan masyarakat, termasuk kelompok kepentingan adat, sedangkan dua pintu masuk yang berada di tengah bangunan merupakan pintu yang secara khusus dilalui oleh Kolano/Kolano Ma Jiko dan wakilnya ketika mereka melakukan upacara adat di tempat ini. Rumah Sasadu. Atap segitiga Boru Mak Biki (Ekor Burung) sebenarnya didesain lebih rendah, dengan maksud agar orang yang lewat harus membungkuk sebagai tanda hormat.
Demikian sedikit pembahasan mengenai Fungsi Keberadaan Rumah Adat semoga dengan adanya pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk kita semua, dan kami ucapkan Terima Kasih telah menyimak ulasan kami. Jika kalian merasa ulasan kami bermanfaat mohon untuk dishare :).
Baca juga artikel lainnya tentang: